Kawasan Industri Jababeka
foto: thepresidentpostindonesia.com
Jika ada dua perusahaan properti yang paling kelihatan di Kawasan Timur Jakarta, tepatnya dalam hal ini Kabupaten dan Kota Bekasi, maka dua perusahaan properti tersebut adalah Lippo Cikarang (LPCK), dan Kawasan Industri Jababeka (KIJA). Kalau anda melintasi jalan tol Jakarta – Cikampek, maka anda akan mengerti apa yang penulis maksud dengan ‘kelihatan’ diatas. Jika LPCK lebih condong sebagai perusahaan properti jenis residensial, maka KIJA lebih banyak menjual tanah kavling di dalam kawasan industri (industrial estate), untuk didirikan pabrik dll. Nah, yang akan kita bahas disini adalah KIJA (soalnya LPCK sudah penulis bahas berkali-kali di ebook kuartalan, meski secara singkat). Oke, kita langsung saja.
Sejarah KIJA dimulai pada tahun 1989, ketika Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) memberikan izin kepada sebuah konsorsium untuk mengelola sebidang tanah kosong di wilayah Bekasi, untuk dijadikan kawasan industri. Konsorsium tersebut dipimpin oleh dua orang pengusaha bernama Setyono Djuandi Darmono dan Hadi Rahardja, yang menjadi founder dari perusahaan yang didirikan kemudian, yaitu KIJA. Kata ‘Jababeka’ merupakan kependekan dari ‘Jawa Barat Bekasi’, yang mungkin itu karena perusahaan memperoleh izin kawasan industri-nya dari Pemprov Jabar, sementara tanahnya berada di wilayah Kabupaten Bekasi.
Di periode tahun-tahun awal perintisan perusahaan, KIJA sukses menarik minat dari dua perusahaan besar yaitu Unilever dan United Tractors, untuk membeli dan mendirikan pabrik di lahan kawasan industri yang mereka kembangkan. Ketika itu luas lahannya total hanya 500 hektar. Seiring dengan perkembangan perusahaan, KIJA terus mengembangkan kawasan industrinya dan menggaet pelanggan-pelanggan baru seperti L’Oreal, San Miguel Packaging, Samsung, Yamaha dan lain-lain, yang kesemuanya mendirikan pabrik di kawasan industri seluas total 1,500 hektar (berdasarkan data per Maret 2012). Angka tersebut praktis membuat KIJA menjadi perusahaan kawasan industri terbesar di Bekasi, termasuk lebih besar dari Bekasi Fajar Industrial Estate (BEST), yang di periode waktu yang sama hanya memiliki kawasan industri seluas 500 hektar. Well, tapi itu data setahun yang lalu, angkanya sekarang mungkin sudah berubah lagi.
Lalu, jika dulu KIJA hanya mengembangkan kawasan industri, maka kesininya perusahaan juga membangun kawasan pendukung dari kegiatan yang industri itu sendiri, seperti perumahan dan lainnya. Hasilnya, kawasan industri yang dibangun KIJA kemudian berkembang menjadi kota kecil yang disebut Kota Jababeka. Kota Jababeka adalah sebuah industrial township terintegrasi seluas 3,806 hektar (per April 2012) yang menjadi tempat bagi kawasan industri, perumahan, kompleks ruko dan business district, jaringan transportasi publik, pusat perbelanjaan, lapangan golf, universitas (President University), pusat hiburan dan leisure, hingga infrastruktur industri seperti dry port, pembangkit listrik, dan fasilitas pengelolaan air bersih.
So, jika di kawasan Serpong Tangerang ada township Alam Sutera (milik ASRI), maka di kawasan Cikarang Bekasi ada township Kota Jababeka. Bedanya, kalau menurut penulis sendiri Kota Jababeka lebih cool karena dihuni oleh banyak ekspatriat (kebanyakan asal Jepang) yang bekerja di pabrik-pabrik yang ada di kawasan industri, sehingga desain kotanya juga mirip-mirip dengan luar negeri (penulis pernah mampir sebentar, cuma buat liat-liat doang). Sementara township Alam Sutera merupakan township biasa.
Saat ini Kota Jababeka sudah dalam posisi mature dan well-developed, namun masih bisa lebih dikembangkan lagi. Dari total lahan seluas 3,806 hektar tadi, sekitar 1,000 hektar diantaranya masih berbentuk landbank, alias tanah kosong yang siap untuk dikembangkan kapan saja. Dua proyek besar yang sedang dibangun di Kota Jababeka dan akan selesai dalam waktu dekat ini adalah ‘Indonesia Movieland’, dan ‘Medical City’. Well, kalau dari namanya sih sepertinya itu semacam bioskop dan rumah sakit ya?
Kota & Kawasan Industri Jababeka
4/
5
Oleh
Unknown